Teror Motor Brebet Usai Isi Pertalite: Ketika Kepercayaan Warga Diuji di Jalanan Jawa Timur
Beberapa hari terakhir, Jawa Timur diramaikan oleh Berita yang terdengar hampir seperti lelucon, andai saja tidak begitu meresahkan. Banyak pengendara motor mengeluhkan kendaraannya mendadak brebet atau bahkan mogok setelah mengisi Pertalite. Dari Lamongan hingga Kediri, kabar ini menyebar cepat, menimbulkan kecemasan dan—seperti biasa—segunung spekulasi.
Di berbagai grup WhatsApp warga, cerita serupa terus muncul: motor tiba-tiba kehilangan tenaga, suara mesin serak, bahkan ada yang sampai harus didorong pulang. Bagi masyarakat yang hidupnya sangat bergantung pada kendaraan roda dua, ini bukan masalah kecil. Bensin adalah napas kehidupan sehari-hari, dan ketika “napas” itu terasa kotor, yang terguncang bukan hanya mesin—tapi juga kepercayaan.
Ketika Bensin Tak Lagi Sekadar Bahan Bakar
Pertalite, bagi kebanyakan warga, adalah pilihan tengah: tidak semahal Pertamax, tapi dianggap cukup aman untuk motor harian. Namun, kabar soal motor brebet ini mengubah segalanya. Ada rasa waswas setiap kali mengisi bahan bakar, ada keraguan saat memutar kunci starter. “Jangan-jangan ini Pertalite campuran,” begitu komentar yang berulang di kolom media sosial.
Masalahnya, dalam dunia nyata, kecurigaan bisa lebih menular daripada fakta. Satu video motor mogok diunggah ke TikTok, lalu ditambah dengan dua cerita dari tetangga—maka lahirlah kepanikan massal. SPBU Pertamina yang biasanya ramai mendadak sepi, sementara orang-orang mulai menebak-nebak: apakah ini ulah oknum, kesalahan distribusi, atau sekadar kebetulan?
Kepercayaan yang Rapuh di Tengah Ketidakpastian
Kasus ini menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan publik terhadap hal-hal yang paling sederhana sekalipun. Sesuatu yang seharusnya bisa dipercaya—bahan bakar dari pom resmi—tiba-tiba menjadi sumber keraguan. Dan ketika kepercayaan itu goyah, dampaknya jauh lebih besar dari sekadar motor mogok.
Dalam kondisi seperti ini, transparansi menjadi sangat penting. Warga tidak butuh janji manis, mereka hanya butuh penjelasan yang masuk akal. Jika benar ada kesalahan dalam distribusi atau kualitas bahan bakar, akuilah. Jika tidak, tampilkan bukti pengujian yang jelas. Di era media sosial, diam justru membuat rumor tumbuh subur.
Antara Hoaks dan Kegelisahan Nyata
Tidak bisa dipungkiri, sebagian cerita mungkin dilebih-lebihkan. Ada motor yang brebet bukan karena Pertalite, tapi karena karburator kotor atau busi sudah lemah. Namun, di tengah keresahan massal, logika sering kalah oleh pengalaman pribadi. Satu-dua kejadian nyata sudah cukup untuk memicu gelombang ketidakpercayaan yang lebih besar.
Masyarakat kita hidup di ruang abu-abu antara fakta dan kabar burung. Kita tidak selalu tahu mana yang benar, tapi cepat sekali ikut resah. Di sinilah pentingnya peran media, pemerintah, dan lembaga pengawas untuk hadir—tidak hanya sebagai pemberi informasi, tapi juga penenang keresahan publik.
Lebih dari Sekadar Motor Mogok
Jika ditarik lebih jauh, peristiwa ini adalah cermin dari sesuatu yang lebih dalam: betapa hubungan antara rakyat dan layanan publik masih diwarnai rasa curiga. Dari air PDAM yang kadang keruh, listrik yang tiba-tiba padam, hingga sekarang Pertalite yang “bermasalah”—semuanya menumpuk menjadi satu rasa: “Apakah kami masih bisa percaya?”
Padahal, kepercayaan adalah fondasi dari kehidupan bersama. Tanpanya, semua jadi ragu: mau beli bensin takut, mau percaya berita bingung. Maka, meski terdengar sepele, urusan motor brebet ini sebenarnya adalah panggilan untuk memperbaiki banyak hal—dari pengawasan distribusi, komunikasi publik, hingga empati dalam menangani keresahan warga.
Menunggu Jawaban dan Ketegasan
Saat ini, masyarakat Jawa Timur menunggu jawaban. Apakah benar ada masalah di jalur pasokan? Apakah ada praktik curang di lapangan? Ataukah semuanya hanya kebetulan yang dibesar-besarkan? Apa pun jawabannya, kejelasan harus segera datang. Karena di tengah jalanan yang macet dan panas, warga tidak butuh teori—mereka butuh kepastian bahwa bensin yang mereka beli benar-benar bisa membawa mereka pulang.
Mungkin, dari peristiwa seperti ini, kita bisa belajar lagi arti tanggung jawab bersama. Tentang bagaimana pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus saling menjaga kepercayaan yang sudah susah payah dibangun. Sebab ketika kepercayaan rusak, yang brebet bukan hanya motor—tapi juga rasa yakin kita terhadap sistem yang seharusnya melindungi.

Gabung dalam percakapan